Internet dikatakan sebagai sebuah sistem jaringan yang terbentuk dari beragam kumpulan sub-sub jaringan komputer yang tersebar di berbagai belahan bumi. Karena setiap bentuk jaringan komputer, kecil maupun besar, dapat dengan mudah dihubungkan ke dunia maya ini, maka secara kontinyu dan eksponensial, komunitas internet pun bertambah besar. Karakteristik yang demikian mengakibatkan internet tumbuh dengan pesat, tanpa ada pihak-pihak yang mengatur perkembangannya. Secara alami, pertumbuhan internet dapat dianalogikan seperti organisme (semacam mahkluk hidup), tumbuh secara pasti menjadi semakin besar dan dewasa. Berdasarkan fakta ini terlihat, bahwa secara tidak sengaja, internet telah menjadi suatu sistem yang terdesentralisasi ke beragam pusat-pusat komunitas digital (Kosiur, 1997). Tidak ada satu lembaga pun yang dapat “memerintah” komunitas yang melakukan interaksi di dunia maya, termasuk negara Amerika Serikat sebagai pelopor teknologi ini.
Secara fisik, infrastruktur jaringan internet membentuk struktur pohon hirarkis. Kabel transmisi berkecepatan tinggi (high-speed backbone networks) berfungsi sebagai tulang punggung utama dari sistem komunikasi ini. Contohnya adalah media transmisi yang dibangun dan dimiliki oleh MCI dan AT&T (yang menghubungkan benua Amerika dengan negara-negara di belahan bumi lainnya). Akses kepada infrastruktur berkecepatan tinggi ini dapat dilakukan melalui simpul-simpul komunikasi yang dinamakan sebagai Network Access Points (NPSs), yang dibangun oleh berbagai perusahaan seperti Sprint dan Pacific Bell. Simpul-simpul inilah yang menjadi “entry point” bagi berbagai jaringan regional semacam CERFnet, Uunet, dan PSInet yang keberadaannya tersebar di berbagai negara di dunia. Jaringan regional ini biasanya akan membagi beban “traffic” yang dimiliki ke berbagai simpul NAPs agar tidak terjadi proses “bottleneck” yang menyebabkan berkurangnya kecepatan akses ke “main backbone”. Di level terendah, Internet Service Providers (ISPs) menyediakan jasanya untuk menghubungkan individu maupun korporat ke infrastruktur internet melalui salah satu jaringan regional yang ada. Dari struktur ini terlihat, bahwa kinerja koneksi internet, sangat bergantung dengan kinerja rute yang dilalui, mulai dari pemakai (user) sampai dengan ke “internet backbone”.
Seperti diketahui bersama, jaringan fisik internet melibatkan beragam jenis perangkat keras dan perangkat lunak yang diproduksi oleh berbagai perusahaan besar di dunia. Untuk memungkinkan dilakukannya komunikasi antar komponen-komponen yang berbeda tersebut, tentu saja dibutuhkan aturan-aturan atau standard yang disepakati bersama (protokol). Salah satu protokol yang disepakati untuk dipergunakan di seluruh dunia adalah TCP/IP (Transmission Control Protocol / Internet Protocol). Bagaimana sebenarnya cara kerja TCP/IP dilihat dari prinsip-prinsip komunikasi data?
TCP/IP sebagai salah satu protokol memiliki tugas utama untuk mengelola jaringan operasi komputer agar proses komunikasi dan lalu lintas data dapat berjalan dengan baik. Pada tingkat paling atas, protokol mengatur kerja aplikasi agar dapat dipergunakan secara efektif oleh pengguna (user), sementara di tingkat paling rendah protokol berfungsi mengubah data menjadi paket-paket sinyal digital yang siap untuk ditransmisikan melalui beragam medium dari satu tempat ke tempat lainnya.
Untuk memudahkan dan memungkinkan komunikasi antar berbagai jenis perangkat keras dan perangkat lunak, International Standards Organization (ISO) mengembangkan standar arsitektur jaringan (network layers) yang terdiri dari 7 (tujuh) tingkat (layer). Model ini dinamakan sebagai OSI Reference Model. Ada dua prinsip utama yang dianut oleh OSI Reference Model ini, yaitu: Open Systems; dan Peer-to-Peer Communications. Prinsip open systems berarti bahwa beberapa sistem berbeda yang berada dalam satu layer yang sama dapat dengan mudah saling berkomunikasi dan tukar menukar data (tanpa harus ada proses konversi), sementara prinsip peer-to-peer communications berarti bahwa data yang “diciptakan” oleh sebuah layer diperuntukkan untuk layer yang sama pada sistem yang berbeda. Walaupun harus melalui layer-layer lainnya dalam proses pengiriman atau penerimaan, data yang ditransmisikan sama sekali tidak dirubah, hanya ditambahkan beberapa data yang diperlukan untuk menjalankan fungsi jaringan pada layer tersebut.
Layer tertinggi dinamakan sebagai Application Layer, karena berhubungan langsung dengan aplikasi yang dipergunakan oleh user dalam menjalankan fungsi komputernya. Layer ini merupakan bagian yang paling transparan di mata pengguna internet (user). Fungsi dari layer ini adalah untuk melakukan transfer data (dalam bentuk “application messages”) dari satu tempat ke tempat lainnya. User mengenal beberapa cara untuk melakukan transfer ini, seperti melalui email dan website. Protokol-protokol yang biasa digunakan untuk melakukan proses pada layer ini adalah FTP (File Transfer Protocol), HTTP (Hypertext Transfer Protocol), SNMP (Simple Network Management Protocol), dan DNS (Domain Naming Service). Protokol-protokol lainnya yang kerap pula dipergunakan sehubungan dengan fungsi-fungsi transmisi file pada internet adalah SMTP (Simple Mail Transport Protocol), POP (Post Office Protocol), IMAP (Internet Mail Access Protocol), dan MIME (Multimedia Internet Mail Extensions). Di bawah layer ini, terdapat Presentation Layer dan Session Layer yang berfungsi untuk mengolah data selanjutnya dari Application Layer ke dalam bentuk yang lebih ringkas dan aman (encrypted and compressed data).
Protokol TCP/IP sendiri baru ditemui pada Transport Layer (untuk TCP) dan Network Layer (untuk IP). Pada Network Layer, IP berfungsi untuk menyediakan alamat atau kode bagi sistem jaringan yang terkoneksi ke internet. Protokol lainnya yang berfungsi membantu IP dalam menentukan alamat bagi perangkat keras jaringan lain adalah ARP (Address Resolution Protocol). Sementara TCP yang berada satu layer di atasnya bersama-sama dengan protocol lain (UDP = User Datagram Protocol) pada dasarnya berfungsi menentukan ukuran paket maksimum yang dapat digunakan dan melakukan “kalibrasi” terhadap transmisi pada saat yang sama. TCP biasanya dipergunakan jika kualitas jaringan yang ada sangat baik, sementara untuk situasi sebaliknya, UDP lebih cocok untuk dipergunakan.
Melalui pemaparan singkat mengenai konsep infrastruktur jaringan internet ini terlihat bahwa diperlukan jejaring (internetworking) yang baik antara satu sistem dengan sistem lainnya untuk mendapatkan kinerja transmisi yang cepat. Lebar pita (bandwidth) yang besar pada suatu jalur transmisi belum tentu menghasilkan kinerja komunikasi yang cepat pada sebuah sistem karena pada dasarnya masih ada layer-layer dan hirarki koneksi yang terhubung dengan jalur ini. Dengan kata lain, manajemen perusahaan harus mengetahui betul rute-rute transmisi mana saja yang harus dilalui oleh sistem jaringan internal perusahaannya sebelum masuk ke internet (dan terhubung ke mitra bisnis atau pasar konsumen) untuk mengetahu kelebihan dan kekurangan skenario infrastruktur yang dimiliki. Dari analisa inilah akan didapatkan “the real speed” dari sistem jaringan sebuah perusahaan yang tentu saja merupakan salah satu variabel bersaing dengan para kompetitor.
Infrastruktur Internet di Indonesia:
Cost Analysis
Anda mungkin akan terkejut bahwa sebenarnya akses Internet amat sangat murah - bayangkan kalau kita cukup jeli dapat mengakses Internet 24 jam sehari pada kecepatan 64Kbps dengan iuran hanya sebesar Rp. 100-500 / bulan / orang! - artinya biaya telepon selama 3 menit sebetulnya cukup untuk mengakses Internet selama satu bulan pada kecepatan 64Kbps 24 jam / hari ! Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi? tulisan ini akan mencoba memberi gambaran secara sederhana strategi untuk membangun akses Internet yang murah tapi berkualitas tinggi.
Alternatif saluran komunikasi yang disediakan oleh penyedia sarana telekomunikasi di Indonesia cukup beragam. Mulai dari saluran kabel tembaga, fiber optik, satelit & microwave.
Kita dapat membandingkan price vs. performance berbagai servis yang ada dengan mudah. Sebagai gambaran sederhana, sewa satelit & ground station:
SCPC 64Kbps US$5500 / bulan
TDMA 64Kbps US$1500 / bulan
sewa leased line kabel tembaga menggunakan teknologi DOV atau HDSL:
64Kbps Rp. 5.000.000,- / bulan
Sedang perangkat untuk Metropolitan Area Network (MAN) yang akan sangat kompetitif adalah:
• Menggunakan Teknologi Wireless LAN 2Mbps yang dapat diperoleh seharga US$3000 / node. Teknologi CDMA seharusnya tidak diperlukan ijin & biaya sewa frekuensi dalam operasinya. Akan tetapi perundangan di Indonesia belum dapat mengantisipasi teknologi tersebut.
• Teknologi Packet Radio 9600bps s/d 256Kbps dapat digunakan untuk jarak 50 - 100 km. Perangkat packet radio dapat diperoleh dengan harga sekitar Rp. 2-3 juta / node.
Berdasarkan harga-harga tersebut dapat kita perkirakan bahwa untuk sebuah lokasi di daerah remote dapat dengan mudah terhubung ke Internet menggunakan teknologi VSAT TDMA dengan biaya langganan US$1500 (sekitar Rp 3 juta / bulan).
Bayangkan jika pelanggan di daerah remote tsb di charge dengan biaya langganan seperti yang dilakukan ISP saat ini yaitu US$20 / orang / bulan. Maka sebetulnya cukup 75 orang berkumpul untuk iuran bersama satelit sudah dapat menutupi ongkos sewa satelit tersebut.
Bayangkan jika sebuah universitas di daerah dengan jumlah mahasiswa sebanyak 10.000 orang menyewa sebuah VSAT TDMA 64Kbps maka sebetulnya seorang mahasiswa hanya perlu membayar sekitar Rp. 300 / bulan / mahasiswa. Urunan beberapa universitas dapat dilakukan dengan mudah dengan menyambungkan jaringan antar universitas yang berdekatan menggunakan teknologi WaveLAN 2Mbps. Hal ini memungkinkan untuk menekan lebih lanjut biaya akses ke Internet.
Yang agak mahal adalah investasi untuk membangun Campus WAN di dalam universitas. Akan tetapi approach yang digunakan akan sangat berpengaruh pada jumlah investasi yang harus dikeluarkan. Sebagai contoh:
- ITB menggunakan bottom-up approach hanya mengeluarkan sekitar Rp. 100 juta untuk membangun Campus WAN.
- UI menggunakan top-down approach memerlukan biaya sebesar Rp. 1.5 milyard.
- Trisakti menggunakan top-down approach memerlukan biaya sekitar Rp. 850 juta.
Tulisan ini, menjelaskan dengan sederhana permasalahan cost analysis untuk sewa peralatan komunikasi ke Internet. Sebetulnya jika kita cukup jeli dalam memilih peralatan komunikasi yang digunakan untuk mengakses Internet .... biaya dapat kita tekan seminimal mungkin.
Kunci keberhasilan dalam membangun jaringan Internet terletak pada pemberdayaan SDM yang berkualitas & berdedikasi.
Secara fisik, infrastruktur jaringan internet membentuk struktur pohon hirarkis. Kabel transmisi berkecepatan tinggi (high-speed backbone networks) berfungsi sebagai tulang punggung utama dari sistem komunikasi ini. Contohnya adalah media transmisi yang dibangun dan dimiliki oleh MCI dan AT&T (yang menghubungkan benua Amerika dengan negara-negara di belahan bumi lainnya). Akses kepada infrastruktur berkecepatan tinggi ini dapat dilakukan melalui simpul-simpul komunikasi yang dinamakan sebagai Network Access Points (NPSs), yang dibangun oleh berbagai perusahaan seperti Sprint dan Pacific Bell. Simpul-simpul inilah yang menjadi “entry point” bagi berbagai jaringan regional semacam CERFnet, Uunet, dan PSInet yang keberadaannya tersebar di berbagai negara di dunia. Jaringan regional ini biasanya akan membagi beban “traffic” yang dimiliki ke berbagai simpul NAPs agar tidak terjadi proses “bottleneck” yang menyebabkan berkurangnya kecepatan akses ke “main backbone”. Di level terendah, Internet Service Providers (ISPs) menyediakan jasanya untuk menghubungkan individu maupun korporat ke infrastruktur internet melalui salah satu jaringan regional yang ada. Dari struktur ini terlihat, bahwa kinerja koneksi internet, sangat bergantung dengan kinerja rute yang dilalui, mulai dari pemakai (user) sampai dengan ke “internet backbone”.
Seperti diketahui bersama, jaringan fisik internet melibatkan beragam jenis perangkat keras dan perangkat lunak yang diproduksi oleh berbagai perusahaan besar di dunia. Untuk memungkinkan dilakukannya komunikasi antar komponen-komponen yang berbeda tersebut, tentu saja dibutuhkan aturan-aturan atau standard yang disepakati bersama (protokol). Salah satu protokol yang disepakati untuk dipergunakan di seluruh dunia adalah TCP/IP (Transmission Control Protocol / Internet Protocol). Bagaimana sebenarnya cara kerja TCP/IP dilihat dari prinsip-prinsip komunikasi data?
TCP/IP sebagai salah satu protokol memiliki tugas utama untuk mengelola jaringan operasi komputer agar proses komunikasi dan lalu lintas data dapat berjalan dengan baik. Pada tingkat paling atas, protokol mengatur kerja aplikasi agar dapat dipergunakan secara efektif oleh pengguna (user), sementara di tingkat paling rendah protokol berfungsi mengubah data menjadi paket-paket sinyal digital yang siap untuk ditransmisikan melalui beragam medium dari satu tempat ke tempat lainnya.
Untuk memudahkan dan memungkinkan komunikasi antar berbagai jenis perangkat keras dan perangkat lunak, International Standards Organization (ISO) mengembangkan standar arsitektur jaringan (network layers) yang terdiri dari 7 (tujuh) tingkat (layer). Model ini dinamakan sebagai OSI Reference Model. Ada dua prinsip utama yang dianut oleh OSI Reference Model ini, yaitu: Open Systems; dan Peer-to-Peer Communications. Prinsip open systems berarti bahwa beberapa sistem berbeda yang berada dalam satu layer yang sama dapat dengan mudah saling berkomunikasi dan tukar menukar data (tanpa harus ada proses konversi), sementara prinsip peer-to-peer communications berarti bahwa data yang “diciptakan” oleh sebuah layer diperuntukkan untuk layer yang sama pada sistem yang berbeda. Walaupun harus melalui layer-layer lainnya dalam proses pengiriman atau penerimaan, data yang ditransmisikan sama sekali tidak dirubah, hanya ditambahkan beberapa data yang diperlukan untuk menjalankan fungsi jaringan pada layer tersebut.
Layer tertinggi dinamakan sebagai Application Layer, karena berhubungan langsung dengan aplikasi yang dipergunakan oleh user dalam menjalankan fungsi komputernya. Layer ini merupakan bagian yang paling transparan di mata pengguna internet (user). Fungsi dari layer ini adalah untuk melakukan transfer data (dalam bentuk “application messages”) dari satu tempat ke tempat lainnya. User mengenal beberapa cara untuk melakukan transfer ini, seperti melalui email dan website. Protokol-protokol yang biasa digunakan untuk melakukan proses pada layer ini adalah FTP (File Transfer Protocol), HTTP (Hypertext Transfer Protocol), SNMP (Simple Network Management Protocol), dan DNS (Domain Naming Service). Protokol-protokol lainnya yang kerap pula dipergunakan sehubungan dengan fungsi-fungsi transmisi file pada internet adalah SMTP (Simple Mail Transport Protocol), POP (Post Office Protocol), IMAP (Internet Mail Access Protocol), dan MIME (Multimedia Internet Mail Extensions). Di bawah layer ini, terdapat Presentation Layer dan Session Layer yang berfungsi untuk mengolah data selanjutnya dari Application Layer ke dalam bentuk yang lebih ringkas dan aman (encrypted and compressed data).
Protokol TCP/IP sendiri baru ditemui pada Transport Layer (untuk TCP) dan Network Layer (untuk IP). Pada Network Layer, IP berfungsi untuk menyediakan alamat atau kode bagi sistem jaringan yang terkoneksi ke internet. Protokol lainnya yang berfungsi membantu IP dalam menentukan alamat bagi perangkat keras jaringan lain adalah ARP (Address Resolution Protocol). Sementara TCP yang berada satu layer di atasnya bersama-sama dengan protocol lain (UDP = User Datagram Protocol) pada dasarnya berfungsi menentukan ukuran paket maksimum yang dapat digunakan dan melakukan “kalibrasi” terhadap transmisi pada saat yang sama. TCP biasanya dipergunakan jika kualitas jaringan yang ada sangat baik, sementara untuk situasi sebaliknya, UDP lebih cocok untuk dipergunakan.
Melalui pemaparan singkat mengenai konsep infrastruktur jaringan internet ini terlihat bahwa diperlukan jejaring (internetworking) yang baik antara satu sistem dengan sistem lainnya untuk mendapatkan kinerja transmisi yang cepat. Lebar pita (bandwidth) yang besar pada suatu jalur transmisi belum tentu menghasilkan kinerja komunikasi yang cepat pada sebuah sistem karena pada dasarnya masih ada layer-layer dan hirarki koneksi yang terhubung dengan jalur ini. Dengan kata lain, manajemen perusahaan harus mengetahui betul rute-rute transmisi mana saja yang harus dilalui oleh sistem jaringan internal perusahaannya sebelum masuk ke internet (dan terhubung ke mitra bisnis atau pasar konsumen) untuk mengetahu kelebihan dan kekurangan skenario infrastruktur yang dimiliki. Dari analisa inilah akan didapatkan “the real speed” dari sistem jaringan sebuah perusahaan yang tentu saja merupakan salah satu variabel bersaing dengan para kompetitor.
Infrastruktur Internet di Indonesia:
Cost Analysis
Anda mungkin akan terkejut bahwa sebenarnya akses Internet amat sangat murah - bayangkan kalau kita cukup jeli dapat mengakses Internet 24 jam sehari pada kecepatan 64Kbps dengan iuran hanya sebesar Rp. 100-500 / bulan / orang! - artinya biaya telepon selama 3 menit sebetulnya cukup untuk mengakses Internet selama satu bulan pada kecepatan 64Kbps 24 jam / hari ! Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi? tulisan ini akan mencoba memberi gambaran secara sederhana strategi untuk membangun akses Internet yang murah tapi berkualitas tinggi.
Alternatif saluran komunikasi yang disediakan oleh penyedia sarana telekomunikasi di Indonesia cukup beragam. Mulai dari saluran kabel tembaga, fiber optik, satelit & microwave.
Kita dapat membandingkan price vs. performance berbagai servis yang ada dengan mudah. Sebagai gambaran sederhana, sewa satelit & ground station:
SCPC 64Kbps US$5500 / bulan
TDMA 64Kbps US$1500 / bulan
sewa leased line kabel tembaga menggunakan teknologi DOV atau HDSL:
64Kbps Rp. 5.000.000,- / bulan
Sedang perangkat untuk Metropolitan Area Network (MAN) yang akan sangat kompetitif adalah:
• Menggunakan Teknologi Wireless LAN 2Mbps yang dapat diperoleh seharga US$3000 / node. Teknologi CDMA seharusnya tidak diperlukan ijin & biaya sewa frekuensi dalam operasinya. Akan tetapi perundangan di Indonesia belum dapat mengantisipasi teknologi tersebut.
• Teknologi Packet Radio 9600bps s/d 256Kbps dapat digunakan untuk jarak 50 - 100 km. Perangkat packet radio dapat diperoleh dengan harga sekitar Rp. 2-3 juta / node.
Berdasarkan harga-harga tersebut dapat kita perkirakan bahwa untuk sebuah lokasi di daerah remote dapat dengan mudah terhubung ke Internet menggunakan teknologi VSAT TDMA dengan biaya langganan US$1500 (sekitar Rp 3 juta / bulan).
Bayangkan jika pelanggan di daerah remote tsb di charge dengan biaya langganan seperti yang dilakukan ISP saat ini yaitu US$20 / orang / bulan. Maka sebetulnya cukup 75 orang berkumpul untuk iuran bersama satelit sudah dapat menutupi ongkos sewa satelit tersebut.
Bayangkan jika sebuah universitas di daerah dengan jumlah mahasiswa sebanyak 10.000 orang menyewa sebuah VSAT TDMA 64Kbps maka sebetulnya seorang mahasiswa hanya perlu membayar sekitar Rp. 300 / bulan / mahasiswa. Urunan beberapa universitas dapat dilakukan dengan mudah dengan menyambungkan jaringan antar universitas yang berdekatan menggunakan teknologi WaveLAN 2Mbps. Hal ini memungkinkan untuk menekan lebih lanjut biaya akses ke Internet.
Yang agak mahal adalah investasi untuk membangun Campus WAN di dalam universitas. Akan tetapi approach yang digunakan akan sangat berpengaruh pada jumlah investasi yang harus dikeluarkan. Sebagai contoh:
- ITB menggunakan bottom-up approach hanya mengeluarkan sekitar Rp. 100 juta untuk membangun Campus WAN.
- UI menggunakan top-down approach memerlukan biaya sebesar Rp. 1.5 milyard.
- Trisakti menggunakan top-down approach memerlukan biaya sekitar Rp. 850 juta.
Tulisan ini, menjelaskan dengan sederhana permasalahan cost analysis untuk sewa peralatan komunikasi ke Internet. Sebetulnya jika kita cukup jeli dalam memilih peralatan komunikasi yang digunakan untuk mengakses Internet .... biaya dapat kita tekan seminimal mungkin.
Kunci keberhasilan dalam membangun jaringan Internet terletak pada pemberdayaan SDM yang berkualitas & berdedikasi.
0 komentar:
Posting Komentar